Selasa, 22 Juni 2010

Budaya organisasi starbucks

Starbucks dapat mencapai kesuksesan karena dalam diri setiap karyawan di terapkan 5 hal.

Adapun 5 hal tersebut adalah :


1. Lakukan Dengan Cara Anda
Sekarang ini, para pemimpin bisnis menginginkan karyawan mereka terlibat penuh dalam tugas-tugas yang mereka kerjakan, tidak hanya mengerjakannya dengan baik dan benar. Dengan menerapkan prinsip ini, Starbucks berhasil menciptakan sebuah model unik yang mendorong mitra untuk menuangkan energi kreatif dan dedikasi mereka pada semua yang mereka lakukan.


2 . Semuanya Penting
Sebagian kesuksesan Starbucks terkait dengan kemampuan luar biasa mitra dalam memperhatikan detail-detail terkecil yang sangat penting bagi konsumen. Manajemen Starbucks paham bahwa keunggulan kompetitif lahir bila semua pihak dalam perusahaan berpandangan bahwa tidak ada hal yang sepele dan bahwa pelanggan memerhatikan segala hal.


3. Surprise and Delight
Pemimpin Starbucks membuat komitmen yang kuat untuk menciptakan sebuah pengalaman Surprise and Delight di semua area bisnis. Dan mereka mencari cara untuk memberikan kebahagiaan subjektif bagi pelanggan dan staf – yang akan menghasilkan efek besar pada loyalitas, komunitas, dan laba.


4. Terbuka terhadap Kritik
Menghargai kritik adalah salah satu bagian utama dari prinsip Starbucks. Terbuka terhadap Penolakan melibatkan seperangkat keahlian lengkap yang membuat bisnis dan mitra mampu menciptakan peluang bisnis dan hubungan saat dihadapkan pada keraguan, gangguan, atau kecurigaan.


5. Leave Your Mark
Keterlibatan sosial adalah bagian integral dalam misi pemimpin Starbucks, karena partisipasi dalam komunitas berguna untuk mengekspor Starbucks Experience kepada masyarakat seluruh dunia.

Dan budaya organisasinya sendiri di terapkan oleh para pemimpin di Starbucks yang menempatkan pemberdayaan, kewirausahaan, kualitas dan pelayanan sebagai nilai-nilai perusahaan.

Selanjutnya, para karyawan membantu menciptakan sebuah pengalaman yang personal untuk para konsumen,"

Dan semua itu tak hanya teori. Starbucks secara konsisten lebih banyak mendanai pelatihan daripada iklan.

Ini menunjukkan betapa pelatihan itu memberikan keuntungan sangat besar bagi perusahaan, di antaranya kemampuan untuk meretensi dan meningkatkan kepuasan karyawan.


Minggu, 16 Mei 2010

Perilaku Berlebihan dalam Politik Dunia Kerja

Apa yang bakal terjadi kalau ada seorang politikus menyinggung perilaku kepemimpinan lawan politiknya? Entah itu yang menyangkut kebijakan ekonomi, kebijakan sosial, pendidikan, politik, maupun hankam. Kalau dalam dunia politik sepertinya hal itu biasa terjadi. Apalagi kalau suhu politik sudah mulai memanas seperti sekarang ini; menjelang pemilu 2009. Terjadinya perdebatan-perdebatan antarelit politik menjelang pemilihan anggota caleg dan pemilihan presiden adalah wajar. Bahkan perbedaan pandangan dan saling kontrol antarpartai asyik-asyik saja sepanjang dilakukan secara rasional, substantif, obyektif, dan terbuka. Idealnya proses perdebatan itu dapat meningkatkan kognisi dan kesadaran masyarakat dalam berpolitik sekaligus efektifitas pendidikan politik.

Pendidikan politik pun dapat dilihat dari isi serangan dan reaksi elit politik kalau ada serangan dari pihak ”lawan”. Pasti ada respon balik. Hal itu wajar yang dicerminkan dengan reaksi politikus kepada orang yang telah melecehkannya. Bergantung pada kadar (lingkup dan isi) pelecehan politik maka reaksi bersangkutan bisa berujud diam saja tanpa merenung, diam saja sambil merenung mengapa ada seseorang yang “melecehkan”, menegur yang bersangkutan secara individual, sampai menegur secara frontal dan kembali balik menyerang lawan-lawannya. Istilah untuk yang terakhir itu adalah perilaku berlebihan. Mudah kebakaran jenggot (untuk pria atau wanita?). Padahal sebagai orang yang dianggap matang dalam berpolitik mereka yang diserang tak perlu memberi reaksi berlebihan. Sebaliknya yang menyerang pun harus memiliki argumentasi yang substansial dan obyektif.

Bagi yang diserang, justru isi pelecehan itu seharusnya dipelajari dan dimanfaatkan untuk evaluasi diri partainya. Kalau berlebihan, bisa-bisa hilang kendali. Sementara di ujung sana pihak lawan yang menyerangnya tersenyum sambil bilang ”nah kepancing kan?”. Dan tentu saja reaksi berlebihan dari yang menyerang dan yang diserang akan menuai fenomena yang kontra produktif. Kita masih ingat ketika perdebatan antarkandidat presiden Barrack Obama (Partai Demokrat) dan Mc Cain (Partai Republik). Mereka saling menyerang konsep kebijakan masing-masing kandidat. Dan itu hal yang biasa. Tak ada yang sakit hati diantara keduanya. Bahkan keduanya saling beperlukan hangat ketika perdebatan usai dilakukan. Bagaimana di Indonesia?

Ternyata perdebatan yang ada di Indonesia belum sepenuhnya elegan. Ada saja yang isinya nyaris menyangkut pada hal-hal bersifat pribadi. Kemudian dibalas dengan balik menyerang yang isinya cenderung sama yakni pribadi. Baik yang menyerang maupun yang diserang tampaknya harus manahan diri. Kalau tidak maka buah dari proses perdebatan yang ngawur sama saja bakal terjadi pembodohan politik. Terjadilah kehidupan politik tanpa pendidikan politik yang sehat. Apalagi ketika pascapemilu dan pascapemilihan presiden. Kalau terjadi ketidakjujuran dari para pemimpinnya maka yang terlihat adalah pengabaian janji-janji manisnya kepada konstituennya. Munculah sifat-sifat pragmatisme, golonganisme, hedonisme, rakusnisme, dendamisme, dan tidurisme di kalangan elit politik. Padahal proses pendidikan politik sejatinya harus memungkinkan setiap calon dapat benar-benar tampil sebagai pemimpin bermutu secara berkelanjutan.

Serangan dan reaksi berlebihan dalam bahasa psikologi termasuk respon dari seseorang terhadap sesuatu yang dialaminya secara tidak proporsional. Kalau ada yang menyinggung perasaannya maka reaksinya bisa berupa kehawatiran dan ketakutan yang berlebihan. Biasanya karena yang diserang tidak memahami apa isi ”serangan” secara subtansi. Sering apriori terhadap setiap koreksi dari luar. Dengan kata lain tingkat kematangan untuk menerima pandangan yang berbeda tidak siap.

Jadi disini pentingnya penguasaan EQ oleh seseorang dalam kehidupan apapun termasuk di dunia politik. Empat elemen utama EQ (Goleman; 1995) yang dimaksud adalah kesadaran tentang diri sendiri (self awareness), pengelolaan diri sendiri (self management), kesadaran sosial (social awareness) dan kecakapan sosial atau bermasyarakat (social skills). Contoh keseharian dalam hal EQ adalah kemampuan berpikir positif terhadap orang lain, empati, bertanggung jawab, berinteraksi sosial, mudah menahan emosi marah dan kebencian atau pengendalian diri, kerjasama, kecakapan sosial, semangat dan motivasi, dan menghargai orang lain.

Kemampuan politikus atau pemimpin bangsa dalam penguasaan EQ akan semakin lengkap lagi kalau dia memiliki SQ. Dengan SQ seseorang dapat mengefektifkan IQ dan EQ yang dimilikinya dengan rambu-rambu sistem nilai agama dan kemanusiaan. Karena itu dia mampu memaknai hidup dan kehidupan dalam konteks yang lebih luas. Misalnya keseimbangan hidup untuk dunia dan untuk akhirat. Menghargai sesama rekan kekuatan politik lainnya sebagai mahluk Tuhan. Dengan kata lain tidak berperilaku sombong dan sebaliknya selalu rendah hati. Orang seperti ini juga pandai bersyukur atas karunia Tuhan. Dan takut kepada-Nya kalau akan berbuat buruk.

Minggu, 02 Mei 2010

KEPEMIMPINAN KARISMATIK

Max Weber, seorang sosiologi adalah ilmuwan pertama yang membahas kepemimpinan karismatik. Yang mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa Yunani yang berarti “anugerah”) sebagai suatu sifat tertentu dari seseorang, yang membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa. Weber berpendapat bahwa kepemimpinan karismatik merupakan salah satu jenis otoritas yang ideal.

Peneliti pertama yang membahas kepemimpinan karismatik dalam kaitannya dengan Perilaku Organisasi adalah Robert House. Menurut teori kepemimpinan karismatik (charismatic leadership theory) House, para pengikut memandang sebagai sikap heroik atau kepemimpinan yang luar biasa saat mengamati perilaku tertentu. Sudah ada beberapa studi yang berusaha mengidentifikasi karakteristik-karakteristik dari pemimpin yang karismatik. Salah satu telaah literature yang paling bagus menunjukkan adanya empat karakteristik yaitu, (1) visi dan artikulasi. Memilki visi, yang dinyatakan sebagai tujuan ideal, yang menganggap bahwa masa depan lebih baik daripada status quo; dan mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang bisa dipahami orang lain. (2) risiko pribadi. Bersedia mengambil risiko pribadi yang tinggi, mengeluarkan biaya besar, dan berkorban untuk mencapai visi tersebut. (3) sensitif, dengan kebutuhan bawahan. Menerima kemampuan orang lain dan bertanggung jawab atas kebutuhan serta perasaan mereka. (4) perilaku yang tidak konvensional. Memilki perilaku yang dianggap baru dan berlawanan dengan kebiasaan.

Pemimpin yang karismatik cenderung bersifat terbuka, percaya diri, dan memiliki tekad yang kuat untuk mencapai hasil. Meskipun beberapa orang beranggapan bahwa karisma merupakan anugerah dan karenanya tidak bisa dipelajari, sebagian besar ahli percaya seseorang juga bisa dilatih untuk menampilkan perilaku yang karismatik dan mendapat manfaat dari menjadi seseorang pemimpin yang karismatik. Lagi pula, hanya karena kita mewarisi kecenderungan-kecerendungan tertentu, tidak berarti kita tidak dapat berubah. Beberapa orang pengarang mengatakan bahwa seseorang bisa belajar menjadi karismatik dengan mengikuti proses yang terdiri atas tiga tahap.

Pertama, seseorang perlu mengembangkan aura karisma dengan cara mempertahankan cara pandang yang optimis; menggunakan kesabaran sebagai katalis untuk menghasilkan antusiasme; dan berkomunikasi dengan keseluruhan tubuh, bukan cuma dengan kata-kata. Kedua, seseorang menarik orang lain dengan cara menciptakan ikatan yang menginspirasi orang lain tersebut untuk mengikutinya. Ketiga, seseorang menyebarkan potensi kepada para pengikutnya dengan cara menyentuh emosi mereka.

Visi (vision) adalah strategi jangka panjang untuk mencapai tujuan atau serangkaian tujuan. Visi ini menberikan nuansa kontinuitas bagi para pengikut dengan cara menghubungkan keadaan saat ini dengan masa depan yang lebih baik bagi organisasi. Sebagai contoh, di Apple. Steve Jobs, pemimpin karismatik Apple Computer, menginvestasi perusahaan dengan cara menemukan pangsa pasar yang baru untuk alat music digital iPod. Visi Jobs adalah menciptakan alat pemutar musik yang bisa dibawa kemana pun dan dapat menyimpan data. Yakin dengan inovasi yang dilakukannya, Jobs telah menginspirasi timnya untuk merancang dan mengembangkan iPod dalam waktu kurang dari setahun. Sejak peluncuran iPod, Apple telah menjual lebih dari 10 juta alat pemutar music yang menambah $6,2 miliar ke pendapatan Apple.

Sebuah visi belumlah lengkap tanpa adanya pernyataan visi (vision statement), yaitu pernyataan formal visi atau misi organisasi. Pemimpin yang karismatik bisa menggunakan pernyataan visi untuk menanamkan tujuan dan sasaran ke benak para pengikutnya. PepsiCo, misalnya memilki pernyataan misi berikut ini dalam situs Web-nya : “untuk menghasilkan produk konsumen utama di dunia, perusahaan berfokus pada makanan dan minuman yang tepat, dan setiap hal yang kami lakukan, kami berjuang untuk tetap jujur, adil, dan penuh integritas”.

Sisi Gelap Kepemimpinan Karismatik

Para pemimpin bisnis yang karismatik seperti Jeffrey Skilling di Enron, Jack Welch di GE, Dennis Kozlowski di Tyco, Herb Kelleher di Southwest Air, Michael Eisnerdi Disney, Bernie Ebbers di WorldCom, dan Richard Scrushy di HealthSouth, tidak kalah terkenalnya dari para selebriti seperti Shaquille O’Neal atau Madonna. Setiap perusahaan ingin memiliki seorang CEO yang karismatik. Sebuah studi menunjukkan bahwa CEO yang karismatik mampu menggunakan karisma yang mereka miliki untuk mendapatkan gaji yang lebih tinggi meskipun kinerja mereka biasa-biasa saja. Sayangnya, tidak semua pemimpin yang karismatik selalu bekerja demi kepentingan organisasinya. Banyak dari pemimpin ini menggunakan kekuasaan mereka untuk membangun perusahaan sesuai citra mereka sendiri. Mereka sering kali mencampuradukkan batas-batas kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi. Hal yang paling buruk, karisma yang egois ini membuat si pemimpin menempatkan kepentingan dan tujuan-tujuan pribadi di atas tujuan organisasi.

Denis Kozlowski mencerminkan sisi gelap dari kepemimpinan karismatik. Mantan CEO Tyco International yang karismatik ini dituduh dan terbukti bersalah menyalahgunakan dana perusahaan untuk membiayai gaya hidupnya yang mewah. Kozlowski terbukti bersalah melakukan pencurian besar-besaran, kecurangan sekuritas, konspirasi, dan tuntutan lainnya, karena mengambil lebih dari $150 juta dalam bentuk bonus dari Tyco. Ia juga melakukan kecurangan terhadap para pemegang saham dengan menjual $430 juta saham Tyco dengan melakukan penipuan mengenal kesehatan keuangan perusahaan.

Kepemimpinan karismatik bukan berarti merupakan kepemimpinan yang tidak efektif. Secara keseluruhan, efektivitas memang terbukti. Masalahnya adalah pemimpin karismatik tidak selalu menjadi jawaban. Sebuah organisasi dengan pemimpin yang karismatik lebih cenderung meraih sukses, tetapi kesuksesan tersebut bergantung pada situasi dan visi sang pemimpin. Beberapa pemimpin yang karismatik seperti Hitler terlalu sukses dalam meyakinkan para pengikutnya untuk mengejar visi yang justru menjadi malapetaka.

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL

Aliran penelitian yang lain bertitik berat pada perbedaan antara pemimpin transformasional dan transaksional. Pemimpin transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Sedangkan pemimpin transformasional adalah pemimpin yang menginspirasi para pengikutnya untuk mengenyampingkan kepentingan pribadi mereka dan memiliki kemampuan memengaruhi yang luar biasa. Andre Jung di Avon, Richard Branson di Virgin Group, dan Maureen Baginski merupakan contoh pemimpin transformasional. Mereka menaruh perhatian terhadap kebutuhan pengembangan diri para pengikutnya, mengubah kesadaran para pengikut atas isu- isu yang ada dengan cara membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara yang baru, serta mampu menyenangkan hati dan menginspirasi para pengikutnya untuk bekerja keras guna mencapai tujuan- tujuan bersama. Kepemimpinan transaksional dan transformasional hendaknya tidak dipandang sebagai pendekatan yang saling bertentangan. Kedua jenis kepemimpinan iini saling melengkapi. Kepemimpinan transformasional lebih unggul daripada kepemimpinan transaksional dan menghasilkan tingkat upaya dan kinerja para pengikut yang melampaui apa yang bisa dicapai kalau hanya pendekatan transaksional yang diterapkan. Tetapi yang sebaliknya tidak berlaku. Jadi, apabila anda adalah seorang pemimpin transaksional yang baik tetapi tidak memiliki sifat- sifat transformasional, anda adalah seorang pemimpin yang biasa- biasa saja. Pemimpin yang paling baik memiliki sifat transaksional dan transformasional sekaligus.

Cakupan utuh model kepemimpinan

Laissez- faire adalah model yang paling pasif dank arena itu merupakan perilaku pemimpin yang paling tidak efektif. Pemimpin yang menerapkan manajemen dangan pengecualian cenderung hanya memberikan reaksi saat ada masalah, yang sering kali sudah terlambat. Kepemimpinan yang memberikan penghargaan bersyarat bisa menjadi gaya kepemimpinan yang efektif. Namun pemimpin seperti ini tidak bisa mendorong karyawannya untuk bekerja diluar cakupan tugasnya. Hanya dengan 4 gaya kepemimpinan yyang lain, yaitu pertimbangan yang bersifat individual, stimulasi intelektual, motivasi yang inspirasional vdan pengaruh yang ideal. Keempat gaya kepemiimpinan tersebut merupakan aspek dari kepemimpinan transformasional yang bisa memotivasi karyawan untuk bekerja di atas ekspektasi dan mengorbankan kepeningan pribadi mereka demi kepentingan organisasi.

Kepemimpinan transformasional bekerja

Para pemimpin transformasional mendorong bawahannya agar lebih inovatif dan kreatif. Para pemimpin yang transformasional lebiih efektif karena mereka sendiri lebih kreatif, tetapi mereka juga lebih efektif karena mampu mendorong para pengikutnya menjadi kreatif pula. Para pengikut transformasional cenderung mengejar tujuan- tujuan ambisius, memahami dan menyetujui tujuan- tujuan strategis organisasi. Sebagai contoh, A. G. Lafley adalah seorang pemimpin transformasional. Sejak menjadi CEO Procter & Gamble pada tahun 2000, Lafle telah membawa kreativitas vdan fleksibilitas ke dalam perusahaan yang tingkat pertumbuhannya saat itu lambat. Ia menginspirasikan para karyawan untuk mengambil tanggung jawab dalam menjalankan visinya guna mengubah P&G dengan meningkatkan inovasi merek- merek utama seperti pasta gigi Crest ke produk- produk inovatif seperti pemutih gigi dan sikat gigi. Perubahan yang dilakukan Lafle telah meningkatkan pendapatan, laba, dan harga saham P&G.

Evaluasi atas kepemimpinan transformasional

Bukti- bukti yang mendukung keunggulan kepemimpinan transformasional dibandingkan transaksional sangat banyak. Misalnya, sejumlah study yang melibatkan perwira militer Amerika, Kanada, dan Jerman menemukan bahwa pada setiap tingkatan pemimpin transformasional memang lebih efektif dibandingkan para pemimpin transaksional. Sebuah telaah atas 87 study yang menguji kepemimpinan transformasional menemukan bahwa hal ini terkait dengan motivasi dan kepuasan para bawahan dan kinerja yang tinggi serta efektivitas si pemimpin.

Teori kepemimpinan transformasional tidaklah sempurna. Masih tersisa pertanyaan apakah kepemimpinan berbasis penghargaan bersyarat hanya merupakan karakteristik pemimpin transaksional. Berbeda dengan cakupan utuh model kepemimpinan, kepemimpinan berbasis penghargaan bersyarat kadang- kadang bisa lebih efekitf dibandingkan kepemimpinan transformasional.

Ringkasnya, keseluruhan bukti mengindikasikan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki korelasi yang lebih kuat dibandingkan kepemimpinan transaksional dengan tingkat perputaran karyawan yang lebih rendah, produktivitas yang lebih tinggi, dan kepuasan karyawan yang lebih tinggi. Seperti halnya karisma, kepemimpinan transformasional bisa dipelajari. Sebuah study atas manajer bank Kanada menemukan bahwa para manajer yang mengikuti pelatihan kepemimpinan transformasional memiliki kinerja bank cabang yang jauh lebih baik daripada para manajer yang tidak mengikuti pelatihan. Study- study lainnya menunjukkan hasil serupa.

Kepemimpinan transformasional vs kepemimpinan karismatik

Terdapat beberapa perdebatan mengenai apakah kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik itu sama. Peneliti yang memperkenalkan kepemimpinan karismatik ke PO, Robert House, menganggap keduanya hamper sama, dengan perbedaan yang sangat kecil atau “ tidak berarti”. Namun demikian, peneliti yang pertama kali meneliti kepemimpinan transformasional, Bernard Bass, menganggap karisma merupakan bagian dari kepemimpinan transformasional, kepemimpinan transformasional lebih luas daripada karisma, dan karisma itu sendiri tidak memadai untuk menjelaskan proses transformasional. Peneliti lain berkomentar, “pemimpin yang murni katrismatik mungkin ingin para pengikutnya mengadopsi pandangan karismatik dan tidak memikirkan hal lainnya, pemimpin transformasional akan berupaya menanamkan oada diri pengikutnya kemampuan untuk mempertanyakan bukan hanya cara pandang yang sudah ada tetapi juga cara berpikir yang ditetapkan oleh sang pemimpin.” Meskipun banyak peneliti yakin bahwa kepemimpinan transformasional lebih luas daripada kepemimpinan karismatik, study menunjukkan bahwa dalam kenyataannya seorang pemimpin yang memiliki skor tinggi untuk kepemimpinan transformasional juga cenderung memiliki skor tinggi untuk karisma. Karena itu, dalam praktiknya ukuran- ukuran kepemimpinan karismatik dan transformasional bisa jadi hampir sama.

Minggu, 28 Maret 2010

Jelaskan mengenai teori kebutuhan Maslow?



Berikut ini adalah lima kebutuhan dasar Maslow yang disusun berdasarkan kebutuhan yang paling penting hingga kebutuhan yang tidak terlalu krusial :
• Kebutuhan Fisiologis
Contohnya adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (rumah) dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil, bernafas dan lainnya.
• Kebutuhan Keamanan dan Keselamatan
Contohnya seperti bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas dari rasa sakit, bebas dari terror, dan lain sebagainya.
• Kebutuhan Sosial
Contohnya adalah memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta dari lawan jenis.
• Kebutuhan Penghargaan
Contohnya adalah pujian, piagam, tanda jasa, hadiah.
• Kebutuhan Aktualisasi Diri
Adalah kebutuhan dan keinginan untuk bertindak sesuka hati sesuai dengan bakat dan minatnya.


Sebutkan dan jelaskan faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek?

1. Faktor dalam diri si pengarti merupakan pandangan yang yang muncul dari dalam diri si pengarti ketika melihat atau memperhatikan suatu obyek tertentu. Termasuk didalamnya sikap – sikap, motif – motif minat – minat, pengalaman dan harapan.
2. Faktor – faktor dalam situasi merupakan situasi yang mempengaruhi seseorang dalam menentukan sebuah persepsi. Termasuk diantaranya waktu, keadaan kerja dan keadaan social.
3. Faktor dalam diri target merupakan sesuatu yang muncul dari suatu obyek yang dapat mempengaruhi seseorang dalam menetukan persepsinya. Termasuk didalamnya sesuatu yang baru, gerakan, suara, ukuran, latar belakang, kedekatan dan kemiripan.

Jelaskan Mengenai Teori Atribusi?

Ada tiga teori atribusi yaitu :
1. Theory of Correspondent Inference (Edward Jones dan Keith Davis) : apabila perilaku berhubungan dengan sikap atau karakteristik personal, berarti dengan melihat perilakunya dapat diketahui dengan pasti sikap atau karakteristik orang tersebut. Hubungan yang demikian adalah hubungan yang dapat disimpulkan (Correspondent Inference). Bagaimana mengetahui bahwa perilaku berhubungan dengan karakteristiknya?
• Dengan melihat kewajaran perilaku. Orang yang bertindak wajar sesuai dengan keinginan masyarakat, sulit untuk dikatakan bahwa tindakannya itu cerminan dari karakternya.
• Pengamatan terhadap perilaku yang terjadi pada situasi yang memunculkan beberapa pilihan.
• Memberikan peran berbeda dengan peran yang sudah biasa dilakukan. Misalnya, seorang juru tulis diminta menjadi juru bayar. Dengan peran yang baru akan tampak keaslian perilaku yang merupakan gambaran dari karakternya.
2. Model of Scientific Reasoner (Harold Kelley, 1967, 1971) : Harold Kelley mengajukan konsep untuk memahami penyebab perilaku seseorang dengan memandang pengamat seperti ilmuwan, disebut ilmuwan naïf. Untuk sampai pada suatu kesimpulan atribusi seseorang, diperlukan tiga informasi penting. Masing – masing informasi juga harus menggambarkan tinggi – rendahnya. Tiga informasi tersebut adalah :
• Distinctiveness : konsep ini merujuk kepada bagaimana seseorang berperilaku pada kondisi yang berbeda – beda. Distinctiveness yang tinggi terjadi apabila orang yang bersangkutan mereaksi secara khusus pada suatu peristiwa. Sedangkan Distinctiveness yang rendah terjadi apabila seseorang merespon sama terhadap stimulus yang berbeda.
• Konsistensi : hal ini merujuk pada pentingnya waktu sehubungan dengan suatu peristiwa. Konsistensi dikatakan tinggi apabila seseorang merespon sama untuk stimulus yang sama pada waktu yang berbeda. Apabila responnya tidak menentu maka seseorang dikatakan konsistensinya rendah.
• Konsensus : apabila orang lain tidak bereaksi sama dengan seseorang, berarti konsensusnya rendah, begitupun sebaliknya. Selain itu konsep tentang konsensus selalu melibatkan orang lain sehubungan dengan stimulus yang sama.
Dari tiga informasi diatas, dapat ditentukan atribusi pada seseorang. Menurut Kelley ada tiga atribusi. Pertama adalah atribusi internal, dikatakan perilaku seseorang merupakan gambaran dari karakternya bila distinctivenessnya rendah, konsensusnya rendah dan konsistensinya tinggi. Kedua adalah atribusi eksternal, dikatakan demikian apabila ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, konsensus tinggi dan konsistensi juga tinggi. Ketiga adalah atribusi internal – eksternal, hal ini ditandai dengan distinctiveness yang tinggi, konsensus rendah dan konsistensi tinggi.
3. Konsensus (Weiner) : ada dua macam dimensi pokok yaitu keberhasilan dan kagagalan memiliki penyebab internal atau eksternal. Kemudian stabilitas penyebab, stabil atau tidak stabil.

Jelaskan mengenai langkah – langkah pengambilan keputusan rasional?

Pengambilan keputusan yang optimal merupakan pengambilan keputusan yang rasional dimana seorang individu membuat pilihan dengan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas tertentu. Langkah – langkah pengambilan keputusan adalah sebagai berikut :
• Mendefinisikan masalah
Langkah pertama dalam pengambilan keputusan adalah mengenali masalah yang ada. Suatu masalah timbul apabila ada perbedaan antara keinginan yang ditetapkan dengan keadaan yang sesungguhnya terjadi. Adanya perbedaan ini tidak menjamin bahwa seseorang akan langsung membuat keputusan untuk menyelesaikan masalah. Pertama, orang itu harus mengetahui perbedaan sebelum mulai mencari pemecahan masalah. Kedua, orang tersebut harus termotivasi untuk mengurangi perbedaan. Ketiga, orang tersebut harus memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menyelesaikan masalah.
• Mengidentifikasi kriteria keputusan
Kriteria keputusan adalah ukuran dasar yang digunakan untuk menuntun pertimbangan dan keputusan. Semakin banyak ditemukan kriteria yang memungkinkan untuk memecahkan masalah, maka semakin baik pemecahan masalahnya.
• Menimbang kriteria
Setelah mengetahui kriteria keputusan, langkah berikutnya adalah memutuskan criteria mana yang lebih penting atau kurang penting.
• Membuat alternatif pilihan tindakan
Setelah mengenali dan menimbangi criteria keputusan, langkah berikutnya adalah mengenali pilihan tindakan yang mungkin dapat memecahkan masalah. Pada langkah ini, pemikirannya adalah untuk menyusun sebanyak mungkin alternatif.
• Mengevaluasi setiap alternatif
Langkah berikutnya adalah secara sistematis mengevaluasi tiap-tiap alternatif terhadap masing-masing patokan. Karena sejumlah informasi harus dikumpulkan, langkah ini memakan waktu jauh lebih lama dan lebih mahal dari langkah lain dalam proses pengambilan keputusan. Kemudian, pada saat informasi telah terkumpul, dapat dipergunakan untuk mengevaluasi setiap alternatif terhadap setiap patokan. Karena sejumlah informasi harus dikumpulkan, langkah ini membutuhkan waktu jauh lebih lama dan lebih mahal dari langkah lain dalam proses pengambilan keputusan. Kemudian, pada saat informasi telah terkumpul, dapat dipergunakan untuk mengevaluasi setiap alternatif terhadap setiap patokan.
• Memperkirakan keputusan yang paling optimal
Langkah terakhir dalam proses pengambilan keputusan adalah memperkirakan keputusan yang paling optimal dengan menentukan nilai optimal setiap alternatif.

Minggu, 21 Maret 2010

Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan Keputusan Individual

Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif. Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam perilaku organisasi.Pengambilan keputusan adalah menetapkan suatu persepsi yang diyakini individu
Pengambilan kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oleh managernya.
Perlu diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan. Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Pengambilan keputusan tidak akan terlepas dari persepsi karena saling keterkaitan,dalam hal ini ketika kita mengambil keputusan dalam suatu masalah pasti kita punya persepsi karena persepsi merupakan cara pandang kita dalam menghadapi masalah.Jadi disitulah adanya hubungan antara persepsi dengan pengambilan keputusan.

Bagaimana seharusnya keputusan individual itu dibuat

pengambilan keputusan merupakan salah satu hal mendasar dalam organisasi bahkan dalam kehidupan. Keputusan itu diambil dari berbagai alternatif pilihan yang ada. Jika keputusan yang diambil itu tepat maka akan memberikan hasil yang baik atau sebaliknya, jika keputusan yang diambil salah maka akan memberikan hasil yang tidak baik. Dalam pengambilan keputusan ini ada beberapa proses yang harus dilalui hingga akhirnya keputusan yang terbaik itu diambil. Maka ketika kita mengambil keputusan harus dipikirkan dengan matang – matang sehingga kita bisa mengambil keputusan secara efektif dan efisien.Ketika keputusan akan dibuat kita harus mempunyai persepsi yang kita anggap bagus sehingga dapat mengambil keputusan dengan baik dan terarah.

Langkah-langkah Pengambilan keputusan rasional.

1. Menetapkan Tujuan
Pengambil keputusan menetapkan tujuan yang akan dicapai sehingga tahu kendala-kendala apa yang muncul yang dapat menghambat tujuan tersebut dicapai. Tujuan yang ditentukan dapat berupa tujuan yang spesifik dan dapat diukur ataupun tujuan yang bersifat umum.
2. Mengidentifikasi masalah
Permasalahan merupakan kondisi dimana adanya ketidaksamaan antara kenyataan dengan apa yang diharapkan. Permasalahan perlu untuk diidentifikasi agar dapat menemukan jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Jika penyebab dari permasalahan ini tidak dapat diidentifikasi dengan baik, maka permasalahan yang muncul tidak dapat diatasi dengan baik pula. Ada 3 kesalahan yang sering dilakukan di dalam mengidentifikasi masalah, yaitu :
a. Mengabaikan permasalahan
Kadang sulit untuk menentukan suatu keadaan yang tidak baik sebagai suatu permasalahan. Dalam hal ini memang dibutuhkan suatu ketrampilan khusus atau pengalaman untuk bisa menentukan bahwa kondisi tidak baik tersebut merupakan masalah atau tidak.
b. Pemusatan terhadap kejala
Pemecahan masalah tidak sampai ke akar-akarnya tetapi hanya berkutat pada gejala yang ada. Padahal gejala yang muncul seringkali bukan merupakan sumber dari masalah tersebut. Dari sini bisa disimpulkan bahwa masalah tidak teridentifikasi dengan baik dan keputusan yang diambil pun tentunya kurang tepat.
c. Melindungi diri
Hal ini berkaitan erat dengan seorang pemimpin atau pengambil keputusan. Kadang jika informasi yang didapat mengenai suatu masalah menyangkut pimpinan, pimpinan tersebut berusaha untuk melindungi dirinya dengan merusak informasi yang ada. Misalnya banyak karyawan yang keluar dari suatu perusahaan atau organisasi dengan alasan pimpinan yang terlalu otoriter, pimpinan tidak mau menyadari atau menerima bahwa sebenarnya sumber masalahnya adalah dirinya.

3. Mengembangkan sejumlah alternative
Setelah masalah teridentifikasi maka yang selanjutnya dilakukan adalah mengembangkn sejumlah alternatif untuk menyelesaikan masalah. Para pengambil keputusan harus mampu mengkaji semua alternatif pemecahan masalah yang potensial. Maka dari itu dibutuhkan kemampuan untuk dapat menganalisa sebanyak-banyaknya informasi yang didapat, baik informasi dari intern maupun informasi dari ekstern.

4. Penilaian dan pemilihan alternative
Setelah mendapatkan beberapa alternatif pemecahan masalah, selanjutnya yang dilakukan adalah menilai alternatif-alternatif tersebut dan memilih alternatif mana yang terbaik untuk memecahkan masalah. Alternatif yang terbaik adalah dalam hubungannya dengan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai.

5. Melaksanakan Keputusan
Setelah keputusan ditetapkan maka kemudian keputusan tersebut harus dilakukan. Sekalipun keputusan yang diambil adalah keputusan yang dianggap terbaik, tidak menutup kemungkinan kegagalan itu terjadi karena sering kali penerapan yang dilakukan tidak tepat. Jadi seharusnya antara keputusan dan kemampuan kerja harus seimbang agar kaputusan yang diambil bisa dikerjakan dengan maksimal sehingga hasilnya pun maksimal.

6. Evaluasi dan Pengendalian
Setelah keputusan diterapkan, pengambil keputusan tidak dapat begitu saja menganggap bahwa hasil yang diinginkan dapat dicapai tetapi harus tetap mengadakan evaluasi dan pengendalian. Biasanya didalam mengerjakan keputusan masalah yang ada akan muncul kembali. Disini pengambil keputusan harus mengambil keputusan yang lain atau melakukan koreksi terhadap keputusan yang lama.

Kesalahan – kesalahan dalam pengambilan keputusan

Rasionalitas yang Dibatasi, membuat keputusan dengan membuat berbagai model sederhana yang menggali fitur dasar dari masalah tanpa mendapatkan semua kerumitannya.
Salah satu aspek yang lebih menarik dari rasionalitas yang dibatasi adalah susunan dari alternatif-alternatif yang dianggap penting dalam menentukan alternatif-alternatif yang dipilih.

Bias Kepercayaan Diri yang Berlebih, dari sudut pandang organisasional, salah satu penemuan yang lebih menarik terkait kepercayaan diri berlebih lemah kemungkinan besar menaksir kinerja dan kemampuan mereka terlalu tinggi. Kepercayaan diri yang berlebih kemungkinan besar muncul ketika anggota-anggota organisasional mempertimbangkan isu-isu atau masalah-masalh yang berbeda di luar bidang keahlian mereka.

Bias Jangkar, adalah kecendrungan untuk sangat tertarik dengan informasi awal, dari mana kita kemudian gagal menyesuaikan diri dengan baik untuk informasi yang berikutnya. Jadi, kesan, ide, imbalan, dan perkiraan awal membawa bobot yang tidak semestinya sehubungan dengan informasi yang akan diterima nantinya. Contoh kasusunya, ketika seseorang calon pemberi kerja menanyakan berapa banyak bayaran Anda dalam pekerjaan Anda sebelumnya, jawaban Anda biasanya menentukan penawaran pemberi kerja.

Bias konfirmasi, kecendrungan untuk mencari informasi yang menguatkan pilihan-pilihan masa lalu dan mengabaikan informasi yang bertentangan dengan penilaian-penilaian masa lalu. Kita cenderung begitu menerima informasi yang menguatkan pandangan-pandangan yang telah terbentuk sebelumnya. Bias konfirmasi ini memengaruhi ke mana kita pergi untuk mengumpulkan bukti karena kita cenderung mencari tempat-tempat yang kemungkinan besar akan member tahu apa yang ingin kita dengar.
Bias Ketersediaan, kecendrungan individu mendasarkan penilaian mereka pada informasi yang sudah tersedia bagi mereka. Peristiwa yang memicu emosi, yang sangat nyata, atau yang terjadi baru-baru ini cenderung lebih berada dalam ingatan kita. Akibatnya, kita cenderung manaksir terlalu tinggi peristiwa-peristiwa yang kurang mungkin terjadi, seperti kecelakaan pesawat terbang.

Bias Respresentatif, menilai kemungkinan satu kejadian dengan menggangap situasi saat ini sama seperti situasi di masa lalu. Misalnya, para manajer sering kali memprediksi kinerja sebuah produk baru dengan mengaitkannya denagn keberhasilan produk yang sama sebelumnya.

Peningkatan Komitmen, komitmen yang meningkat untuk sebuah keputusan meskipun terdapat informasi negatif. Peningkatan komitmen memiliki implikasi yang nyata terhadap keputusan-keputusan manajerial. Manajer yang efektif adalah menajer yang bisa membedakan antara situasi di mana ketekunan akan memberikan hasil dan situasi si mana ketekunan tidak akan memberikan hasil.

Kesalahan yang Tidak Disengaja, kecendrungan individu untuk percaya bahwa mereka bisa memprediksi hasil dari peristiwa-peristiwa yang tidak disengaja. Pembuatan keputusan menjadi terganggu ketika kita berusaha mengartikan peristiwa-peristiwa yang tidak disengaja adalah ketika kita mengubah pola imajiner manjadi tahayul.

Kutukan Pemenang, proses pembuatan keputusan yang memperlihatkan bahwa pertisipan yang menang dalam sebuah lelang biasanya membayar terlalu tinggi untuk barang yang dimenangkan. Kutukan pemenang muncul dalam tawar-menawar yang kompetitif. Kutukan pemenang menjadi lebih kuat ketika jumlah penawar meningkat. Ini karena semakin banyak penawar, semakin besar kemungkinan beberapa dari mereka sangat meninggikan nilai barang tersebut. Jadi, berhati-hatilah dengan lelang di mana sejumlah besar penawar terlibat.
Bias Peninjauan Kembali, kecendrungan kita untuk pura-pura yakin bahwa kita telah memprediksi hasil dari sebuah peristiwa secara akurat, setelah hasil itu benar-benar diketahui. Contohnya, semakin banyak individu yang sepertinya telah yakin akan siapa yang memenangkan Super Bowl pada hari setelah pertandingan bila dibandingkan individu yang yakin akan hal itu pada hari sebelum pertandingan. Bias peninjaun kembali mengurangi kemampuan kita untuk belajar dari masa lalu. Hal ini memungkinkan kita untuk berpikir bahwa kita lebih baik dalm membuat prediksi daripada yang sebenarnya dan bisa menjadikan kita lebih yakin akan akurasi keputusan di masa mendatang.